Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) di Kabupaten Rembang hingga Agustus 2025 tercatat lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya. Meski demikian, Dinas Kesehatan Kabupaten (DKK) Rembang mengingatkan agar kewaspadaan tetap ditingkatkan.
Hal tersebut disampaikan Kepala DKK Rembang, dr. Ali Syofi’i, MM, melalui Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat, drg. Dini Nuraida, MMRS, saat dihubungi melalui sambungan telepon, Senin (25/8/2025)
Berdasarkan data yang dihimpun, hingga 19 Agustus 2025 tercatat ada 4 kasus kematian ibu. Jumlah ini menurun dibandingkan periode yang sama tahun 2024 yang mencapai 5 kasus. Sementara itu, kasus kematian bayi juga turun signifikan, dari 88 kasus pada 2024 menjadi 68 kasus pada 2025.
“Menurunkan angka kematian bayi itu tidak mudah. Bahkan dari 2023 ke 2024 saja sempat naik satu kasus, meskipun hanya satu,” ujar drg. Dini.
Ia menjelaskan, keberhasilan menekan AKI dan AKB tidak lepas dari penguatan program **TELPONI** (Temokno, Laporno, dan Openi) yang diinisiasi Dinas Kesehatan Kabupaten Rembang. Program tersebut diperkuat dengan partisipasi aktif para dokter dan seluruh tenaga kesehatan di puskesmas.
“Kita melakukan penguatan wilayah. Jadi seluruh dokter se-Kabupaten Rembang—ada 49 dokter—semuanya punya wilayah. Misalnya dalam satu puskesmas ada empat dokter, maka seluruh desa di wilayah itu dibagi rata. Mereka berkoordinasi dengan bidan desa dan perawat desa,” jelasnya.
Untuk setiap kasus kematian ibu, lanjut Dini, Dinkes melakukan audit dengan melibatkan tenaga kesehatan di wilayah terkait. Audit ini bertujuan mengevaluasi apakah terdapat kekurangan dalam upaya promotif dan preventif, yang selanjutnya akan menjadi dasar rekomendasi tindak lanjut.
Dalam waktu dekat, Dinkes Rembang berencana menggandeng berbagai pihak untuk memperkuat komitmen terhadap program TELPONI. Organisasi profesi kesehatan, TP Posyandu, TP PKK, hingga lintas OPD akan dilibatkan melalui wadah Forum Kabupaten Sehat. (Mif/Rudi/Kominfo)