Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Rembang melaksanakan diseminasi Audit Kasus Stunting (AKS) tahap II di aula kantor Dinas Sosial, Pemberdayaan Perempuan, dan Keluarga Berencana (Dinsos PPKB), Selasa (26/11). Langkah ini bertujuan untuk mengejar target penurunan angka stunting hingga 14% pada akhir 2024.
Kepala Dinsos PPKB Rembang, Prapto Raharjo, menyebutkan bahwa target penurunan stunting sebesar 14% telah ditetapkan oleh Pemerintah Pusat dan Provinsi. Meski waktu menuju akhir tahun tinggal beberapa minggu, Pemkab Rembang terus berupaya menekan angka stunting di daerah.
“Ini merupakan upaya kita bersama, bahwa walaupun target 14% di 2024 bukan berarti di tahun-tahun berikutnya kita tidak memikirkan stunting. Karena diketahui bersama bahwa kita akan menghadapi apa yang dinamakan Indonesia Emas di 2045,” ujarnya.
Prapto juga mendorong Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) dan kepala desa agar lebih peduli terhadap kasus stunting, khususnya dengan memprioritaskan alokasi dana desa untuk penanganan stunting.
“Kalau kita melihat dana dari pemerintah, terutama APBD, selama ini yang langsung menyentuh kepada penurunan angka stunting tidak banyak,” ungkapnya.
Hasil kegiatan AKS ini menghasilkan beberapa Rencana Tindak Lanjut (RTL) yang dirumuskan berdasarkan kunjungan lapangan oleh tim pakar. Ia berharap hasil tersebut dapat menjadi acuan untuk langkah penanganan di 2025.
“Kami berharap Audit Kasus Stunting tahap II ini bisa menjadi evaluasi bersama buat kita semua,” ucap Prapto.
Temuan Lapangan dari Tim Pakar
Dr. Muhammad Fathoni Kurnia, anggota tim pakar TPPS Kabupaten Rembang, mengungkapkan adanya ketidaksesuaian data hasil audit dengan data sebelumnya saat melakukan kunjungan lapangan di Desa Temperak dan Desa Nglojo.
“Misalnya, di buku audit itu NIK (Nomor Induk Kependudukan) sekian. Ternyata ketika NIK itu saya masukkan di rumah sakit untuk konfirmasi pasien, datanya tidak cocok. Ada beberapa data lain yang tidak sesuai dengan kertas kerja,” jelasnya.
Di Desa Temperak, tim menemukan balita berusia 1 tahun 13 bulan dengan berat badan hanya 5 kilogram, namun tidak tercatat ada riwayat penyakit yang menyebabkannya. Setelah kunjungan, ditemukan bahwa balita tersebut sudah pernah dirawat di rumah sakit karena penyakit tertentu, tetapi data ini tidak tercatat di dokumen audit.
“Pasiennya mengenal saya, berarti sudah pernah ke rumah sakit. Padahal di kertas kerja itu belum ada kunjungan ke rumah sakit. Pasien ini terungkap menderita penyakit tertentu dan sudah berobat,” terang Dr. Fathoni.
Sementara itu, di Desa Nglojo, ditemukan anak yang lahir dari ibu dengan kondisi Kurang Energi Kronis (KEK) pada usia kehamilan yang terlalu muda. Anak tersebut mengalami gizi buruk dengan perawakan sangat pendek, meskipun perkembangan mentalnya tergolong normal.
“Kadang-kadang orang tua dengan anak yang masih bisa berkembang normal tidak merasa anaknya sakit. Walaupun anaknya kurus, mereka tidak khawatir. Anak ini hanya diberi ASI dan makanan ringan seperti ciki-ciki, tanpa makanan lain,” bebernya.
Berdasarkan temuan tersebut, tim pakar merekomendasikan agar balita di Desa Temperak dipantau kesehatannya secara rutin setiap bulan oleh Puskesmas atau perangkat desa setempat. Untuk kasus di Desa Nglojo, anak dengan gizi buruk harus segera dirujuk ke RSUD untuk pemeriksaan dan penanganan penyakit lebih lanjut. (re/rd/kominfo)