Ada event yang menghasilkan karya menarik dan unik di kawasan situs Tambak Gede Desa Dasun Kecamatan Lasem Kabupaten Rembang. Event tersebut yakni melukis lahan tambak dengan menggunakan garam.
Lukisan yang berada di atas lahan tambak berukuran 34 x21 meter itu terdapat gambar petani, naga , burung hong dan kubah masjid. Semua gambar itu menceritakan akulturasi budaya yang terjadi di Lasem.
Lukisan dari garam yang diperkirakan terbesar di Indonesia bahkan di dunia itu hasil karya dari Eggy Yunaedi seorang perupa dan pegiat budaya asli Leteh Rembang yang kini tinggal di Bekasi. Eggy tak sendirian, melainkan dibantu 10 petani garam lokal, mereka bernama Suparlin, Alip Alifandi, Sriyono, Mulyono,Bisri, Suyoto, Arip, Suroso, Sudirman, Supadi Nurkolis.
Eggy saat ditemui pada Sabtu sore (18/11) di lokasi lukisan tambak, mengungkapkan awal mula ide melukis di media tambak. Ketika dia pulang ke Rembang dan melintas di tambak- tambak pinggir jalan , Ia merasa mereka melambai- lambaikan tangannya ingin dilukis.
“Saya melihat bentangan tambak yang sudah diratakan halus , rata , kotak itu kok ibarat sebuah canvas yang siap dilukis. Dan saat saya coba raba dan remas, ternyata garam itu material yang sangat plastis, mau ditarik kemana ngikut, dibuat garis bisa, dibuat bidang, dibuat gradasi bisa, sangat memudahkan kita membuat citra 2 dimensi, dari situlah saya ingin membuat karya dengan material garam di media tambak, ” terangnya.
Eggy menjelaskan ada diskusi panjang sebelum eksekusi melukis menggunakan 4 ton garam ini. Setelah itu dilanjutkan pengeringan tambak dan menyiapkan pola selama 3 hari dan melukisnya 3 hari.
Lukisan garam ini mengisahkan profesi petani garam di Lasem. Diungkapkannya ada 7 elemen yang mempengaruhi, yakni 4 elemen alam berupa bumi, air, sinar matahari dan angin, kemudian 3 elemen kultural, terdiri dari kultur budaya China, Jawa dan Islam.
“Tiga elemen kulturalnya kami tunjukkan dari lukisan burung hong dan naga mencerminkan kultur China yang mempengaruhi. Petambak merasa sebagai orang Jawa, ada gunungan di situ dan ada beberapa simbol budaya Islam. Jadi ada 7 rupa atau elemen yang kami simpulkan mempengaruhi kehidupan petani garam,” jelasnya.
Dalam proses melukis, Eggy dan para pemukia garam Dasun sempat was-was dengan intensitas curah hujan cenderung meningkat belakangan ini. Pasalnya air hujan bisa langsung merusak lukisan garam
“Menjelang hari H, di Rembang Lasem sisi selatan hujan deras. Sampai ada rekan yang nanya, acara besok jadi nggak, soalnya sini hujan deras. Alhamdulillah sampai selesai acara, di Dasun tidaj hujan deras,” ungkap Eggy sambil bersyukur.
Kepala Desa Dasun, Sujarwo mengungkapkan saat Eggy menyampaikan idenya untuk melukis tambak, Iapun langsung menyambutnya dengan antusias. Lahan tambak bengkok desa pun dipersilahkan untuk menjadi media lukisan.
Jarwo juga mengatakan melalui kegiatan ini sebagai tanda rasa syukur, atas hasil panen garam yang melimpah. Selain itu, untuk meneguhkan slogan Rembang Kota Garam.
“Soalnya saya rasakan kok belum ada event-event yang mengangkat Rembang sebagai Kota Garam,” kata Sujarwo.
Sementara itu Serli warga desa Sendangagung Kecamatan Kaliori sengaja berkunjung ke kawasan Tambak Gede bersama teman- temannya karena penasaran dengan informasi yang beredar di media sosial ada event melukis tambak. Sehingga di hari libur kuliahnya ini Ia menyempatkan waktu untuk melihat karya terbesar dan unik ini.
“Ternyata benar bagus banget, sepertinya ini baru pertama kali. Ada tambak dilukis pakai garam dan lukisannya bagus banget, ” pungkasnya.
Selama event berlangsung, diramaikan pula dengan aksi teatrikal. Selain itu ada juga pertunjukkan seni barongsai. (Mif/Rud/Kominfo)