Menyikapi kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis solar, pertamax dan pertalite, Pemerintah Kabupaten Rembang menggelar Focus Group Discussion (FGD) dampak kenaikan BBM dan Pengendalian Inflasi Deaerah di aula lantai 4 kantor Bupati setempat, Rabu (7/9/2022).
FGD dihadiri perwakilan nelayan, mahasiswa, sopir angkutan umum, ojek online, ormas, organisasi keagamaan, kelompok tani, paguyuban SPBU, akademisi dan kepala desa.
“Selain itu agar penyaluran BLT tepat sasaran, menjaga kondusifitas wilayah. FGD ini juga untuk meningkatkan sinergitas antar stakeholder dalam menjalankan kebijakan pemerintah untuk menghadapi krisis global,” imbuhnya.
“Ini sangat-sangat wajib bagi pemerintah untuk mengintervensi adanya lonjakan bahan pokok pangan, dan ini sudah ada skema dari pemerintah pusat. Jadi kita tinggal menambah anggaran jikalau itu memang kurang,” ujarnya.
Selain itu Pemkab Rembang juga akan mengoptimalkan Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID). Dimana TPID diminta untuk melaporkan adanya kenaikan inflasi setiap harinya.
“Nanti (TPID) akan bekerja secara terus menerus untuk mengawasi agar jangan sampai ada gejolak,” imbuhnya.
Sementara itu, Bupati Rembang Abdul Hafidz mengungkapkan pemerintah daerah juga akan menganggarkan belanja wajib perlindungan sosial sebesar 2 persen dari Dana Transfer Umum (DTU). Besaran 2 persen DTU dihitung dari besaran penyaluran Dana Alokasi Umum (DAU) Oktober hingga Desember 2022.
Hal tersebut sebagaimana tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 134/PMK.07/2022 tentang Belanja Wajib dalam Rangka Penanganan Dampak Inflasi Tahun Anggaran 2022, selain itu juga sebagai kompensasi atas naiknya harga BBM bersubsidi.
“PMK turun lagi ini. DAU yang masih sisa, 2 persen harus untuk menanggulangi dampak kenaikan BBM,” pungkasnya.
Dalam FGD pihak-pihak yang diundang secara bergantian menyampaikan pertanyaan dan saran. Pertanyaan dan saran yang diajukan pun mendapat jawaban langsung dari yang berwenang, termasuk Bupati Rembang H.Abdul Hafidz. (Mif/Rud/Kominfo)