Pemerintah Kabupaten Rembang

Bupati : Penerapan Lima Hari Sekolah Justru Memberatkan Rakyat

Bupati Rembang H. Abdul Hafidz masih bersikukuh dengan pendiriannya yaitu tidak setuju dengan kebijakan lima hari sekolah. Hal itu disampaikannya di hadapan para guru se Kecamatan Kaliori saat menghadiri acara halal bihalal keluarga PGRI Kaliori di gedung PGRI Kaliori, Selasa (25/7/2017).

Bupati mengungkapkan keberadaan sekolah ini lebih banyak di pedesaan yang dari segi karakteristik dan ekonomi masyarakatnya tidak seperti di kota. Ia menambahkan ada tiga alasan sehingga dirinya masih tidak setuju dengan kebijakan lima hari sekolah. Tiga alasan itu ditinjau dari sisi sosial, ekonomi, budaya dan agama.

“ Saya satu- satunya Bupati yang tidak setuju lima hari. Pertimbangan ekonomi yang semula siswa SMP dan SD dikasih uang saku Rp. 2000,- bisa menjadi  Rp. 10 ribu. Bisa memang, tapi petani yang tanahnya cuma seperempat hektar kira- kira malah nanti utang, ini menurut hemat saya sama saja negara memproduksi kemiskinan, “ ujarnya.

Lebih lanjut Bupati dari pertimbangan sosial banyaknya jumlah buruh di Indonesia menambah dampak negatif, karena dua hari libur yang justru rawan menambah kenakalan remaja. Pasalnya di hari Sabtu banyak buruh yang masih masuk kerja, sehingga anak rawan tanpa pengawasan orang tua.

Dilihat dari pertimbangan agama, lima hari sekolah juga mengancam keberadaan sekira 1400 TPQ dan madrasah yang ada di Rembang.

“ Jika lima hari sekolah untuk menajamkan pendidikan karakter anak. Ya sudahlah pendidikan di  madrasah  itu juga merupakan penajaman pendidikan karakter. Inilah alasan kuat saya menilai tidak pas kalau sekolah lima hari, “ tuturnya.

Ia siap menerima konsekuensi atas sikapnya terkait kebijakan lima hari kerja, hal tersebut ditegaskan bukan bentuk perlawanan kepada Menteri. Ia mengaku senang sekarang sikap penolakan juga ditunjukan Nahdlatul Ulama dan Majelis Ulama Indonesia, Ia hanya ingin memperjuangkan kepentingan rakyatnya, hal tersebut pun langsung mendapat apresiasi dari para guru yang hadir.

Belum lagi dari segi transportasi di wilayah desa, rata- rata anak SMP ke sekolah naik angkot ataupun numpang . Ketika pulang sore maka menimbulkan permasalahan tambahan, karena angkot atau tumpangan sudah tidak ada.

Secara terpisah, Mulyadi warga desa Baturno Sarang sependapat dengan sikap dari Bupatinya. Menurutnya jika sekolah lima hari justru akan menghilangkan keseimbangan pendidikan pengetahuan formal dan agama.

“Saya tidak setuju lima hari sekolah tingkat SD dan SMP, karena biasanya enam hari sekolah kan sorenya bisa sekolah di madrasah. Lima hari sekolah nanti keseimbangan ilmunya tidak ada, ilmu dunia di sekolah dan ilmu untuk akhirat di  madin, “ tandasnya.

Exit mobile version