Kabupaten Rembang yang berada di tepi laut utara Jawa telah lama menjadi pusat industri perikanan. Desa Leran, Kecamatan Sluke, adalah salah satu desa di kawasan ini yang terkenal sebagai penghasil terasi tradisional. Di sini, sekitar 30 pelaku usaha, termasuk Ngalimun (55) dan istrinya Siti Nurwati (46), melanjutkan usaha keluarga membuat terasi dari generasi ke generasi.
Ngalimun, saat ditemui pada Rabu (28/8/2024), menjelaskan bahwa bahan utama terasi adalah udang kecil atau rebon yang dibeli dari nelayan setempat.
Produksi terasi bergantung pada hasil tangkapan nelayan, yang bisa menurun saat musim baratan.
Seluruh proses produksi dilakukan secara tradisional oleh Ngalimun dan istrinya, mulai dari penumbukan udang hingga pengemasan.
“Udang ditumbuk, dijemur selama dua hari sampai kering, dan disimpan dalam karung,” ujarnya, menekankan bahwa tidak ada mesin yang digunakan dalam proses ini.
Harga terasi bervariasi antara Rp 50 ribu hingga Rp 60 ribu per kilogram, bergantung pada harga rebon di tingkat nelayan. Terasi yang sudah dikemas dan diberi label kemudian dijual di pasar-pasar lokal dan paling laris saat Idulfitri.
Pendamping Industri Rumahan dari Dinsos PPKB Rembang, Zaenab Hafidz, menjelaskan bahwa pemerintah mendukung industri ini dengan penyuluhan dan bantuan dalam perizinan, serta memastikan produk terasi higienis dan aman dikonsumsi. Hal itu dilakukan oleh lintas Organisasi Perangkat Daerah (OPD), Dinas Kelautan dan Perikanan, Dinas Kesehatan, Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu , termasuk Dinsos PPKB.
“Pemerintah juga memfasilitasi label dan stiker untuk meningkatkan daya saing produk,” ujarnya. (Mif/Rud/Kominfo)