Masdjudi (84), salah satu dari 11 veteran yang masih hidup di Kabupaten Rembang, berbagi cerita perjuangannya dalam mempertahankan kedaulatan Indonesia. Warga Desa Sumberjo, Kecamatan Rembang ini, merupakan saksi hidup dari kerasnya masa-masa perebutan Irian Barat dan konfrontasi dengan Malaysia.
Masdjudi tercatat sebagai veteran Trikora dan Dwikora, dua operasi militer besar yang berlangsung pada awal 1960-an. Ia memulai karier di Angkatan Udara Republik Indonesia pada tahun 1960, tepat sebelum pecahnya konflik dengan Belanda untuk merebut Irian Barat pada 1961. Dalam Operasi Trikora, ia menjadi bagian dari upaya besar untuk mengambil alih wilayah Nugini Belanda, yang dilakukan melalui kekuatan gabungan dari darat, laut, dan udara.
“Kalau saya veteran perjuangan pada saat Trikora dan Dwikora,” ujarnya.
Operasi tersebut penuh tantangan, termasuk pertahanan kuat musuh di darat dan laut. Masdjudi menceritakan bagaimana pesawat Hercules yang mengangkut Komando Pasukan Gerak Cepat (Kopasgat) harus menghadapi risiko tinggi. Beberapa pesawat bahkan jatuh, tetapi ada satu yang berhasil mendarat dengan aman.
“Untuk merebut Irian Barat itu tidak main-main, lewat darat tidak mungkin masuk, lewat laut berat karena dipasang ranjau, lewat udara menelan korban. Hercules pertama habis, Hercules kedua tinggal satu dua orang, Hercules ketiga hilang itu pesawat dan seluruh penumpang. Hercules keempat masuk baru dinyatakan aman itu. Kalau pengorbanan ya jangan ditanya,” jelasnya.
Setelah keberhasilan Trikora, Masdjudi melanjutkan perjuangannya saat konfrontasi Indonesia-Malaysia pada 1963. Ditempatkan di perbatasan Riau, ia menghadapi baku tembak dengan musuh yang nyaris merenggut nyawanya. Peluru yang hampir menembus kepalanya hanya menggores helm baja yang ia kenakan.
“Kalau angkatan darat sekali ganti langsung satu Batalion, kita tidak ada gantinya. Kita orangnya pas. Kalau mati satu ya sudah, orang kedua harus bisa gantiin tugas yang meninggal. Cukup sengsara saat itu, saya sambil pendidikan jadi sambil belajar. Tidur cuma 1-2 jam,” ungkapnya.
Meskipun konflik berakhir damai setelah Presiden Soekarno digulingkan pada 1966, kenangan perang tetap melekat dalam ingatannya. Masdjudi bersyukur bisa kembali dengan selamat, berbeda dengan banyak rekannya yang gugur.
Ia berpesan kepada generasi muda untuk terus berjuang dan berinovasi dalam menghadapi tantangan zaman.
“Tidak bisa kita mengandalkan hanya dari sekolah. Kalau pintar cuma pintar saja, tapi kalau kita kreatif bisa untuk hidup (memenuhi kebutuhan),” tandasnya. (re/rd/kominfo)