Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Rembang melalui program Yes I Do akan menganggarkan dana sekira Rp 2,5 Milyar untuk pengentasan angka putus sekolah. Dalam hal ini Pemkab menggandeng Lembaga Perlindungan Anak Rembang (LPAR) dan Perkumpulan Untuk Peningkatan Usaha Kecil (PUPUK) dari Bandung.
Wakil Bupati Rembang Bayu Andrianto,SE dalam kegiatan sosialisasi program Yes I Do di Hotel Fave Rembang pada Rabu (22/3/2017), menjelaskan program itu akan disinkronkan dengan program pemerintah sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Rembang. Dalam penyaluran anggaran diharapkan bisa tepat guna dan benar-benar bermanfaat bagi warga.
“Dalam pelaksanaan program Yes I Do ini, kita harus mendapatkan data yang valid. Sebelumnya kita cari tahu terlebih dahulu penyebab tingginya angka putus sekolah di Rembang, kemudian kita lakukan pendampingan, hingga akhirnya kita bisa meminimalisir angka putus sekolah ini,” ungkapnya.
Wabup menambahkan, dalam penerapan program tersebut saat ini akan terlebih dahulu dilakukan uji coba di empat desa di Kabupaten Rembang. Diantaranya desa Menoro dan Mojosari kecamatan Sedan, serta desa Woro dan Sendangmulyo kecamatan Kragan.
“Nantinya keempat desa ini yang akan menjadi project penelitian latar belakang terjadinya putus sekolah. Kemudian pendampingan secara intensif akan terus digencarkan untuk kemudian di wilayah ini bisa menjadi project percontohan bagi desa-desa lainnya,” imbuhnya.
Diharapkan melalui program tersebut persentase siswa putus sekolah di Rembang yang saat ini mencapai 19,5 persen bisa ditekan minimal mengimbangi angka yang dipatok oleh Pemerintah Provinsi sebesar 13,5 persen.
Sementara itu, Program Manager PUPUK Bandung Anjar Indraguna menyebutkan, pihaknya nantinya akan menelisik penyebab alasan putus sekolah warga di wilayah project. Termasuk pula pendampingan, sosialisasi hingga pemberian beasiswa kepada warga setempat agar terpacu untuk melaksanakan program pendidikan hingga 12 tahun.
“Apakah penyebabnya transportasi, faktor ekonomi keluarga, atau justru adat istiadat juga bisa jadi faktor penyebab putusnya sekolah si anak. Nanti di lapangan akan kami himpun data tersebut untuk bisa jadi bahan guna mengatasi masalah putus sekolah ini.”
Ia menjelaskan, di Rembang sendiri pada tahun 2016 kemarin tak kurang dari 200 anak putus sekolah dengan alasan beragam. Dari jumlah itu, didominasi oleh warga dari keempat desa tersebut.
“Yang paling kami tekankan ada di desa Mojosari kecamatan Sedan, karena disana kendalanya warga masih ngotot lebih memilih putus sekolah dengan alasan perkawinan, dan faktor ekonomi,” tandasnya.