Masih banyaknya penerima bantuan sosial program keluarga harapan (PKH) di Kabupaten Rembang yang salah sasaran memicu sejumlah Instansi terkait melakukan terobosan.
Mereka memberikan label tulisan keluarga miskin di rumah penerima PKH. Akibatnya, cukup banyak keluarga mampu yang semula menerima dana bantuan ini, memutuskan mengundurkan diri karena malu.
Upaya yang dilakukan pemerintah dan pihak kepolisian, ternyata didukung banyaknya penerima sadar bahwa masih ada yang lebih berhak menerima dibanding mereka.
Kepala Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (Densos PPKB) Kabupaten Rembang Sri Wahyuni mengatakan, setelah ada pergerakan masif, per Mei 2019 sebanyak 1701 penerima PKH yang mengundurkan diri, hal tersebut menunjukkan jumlah bantuan penerima PKH yang tidak tepat sasaran terus berkurang. Meski demikian masih terdapat 34 ribu lebih penerima PKH di Rembang.
Munurutnya, jatah penerima PKH yang mengundurkan diri dapat diisi oleh calon penerima yang baru, yang lebih memenuhi syarat dan benar-benar warga miskin. Pengusulan penerima bantuan PKH didahului dari tingkat desa, melalui validasi Pusat Data Terpadu atau (PDT). Jika dapat masuk kedalam PDT dapat diusulkan masuk PKH.
Mengenai komponen atau persyaratan penerima program keluarga harapan, masih sama. Yakni, ibu hamil dan menyusui, Lansia, kemudian anak usia 0-6 tahun, anak usia SD, dan MI sederajat, SMP dan SMA sederajat, atau anak sampai usia 21 tahun belum selesai wajib belajarnya.
“Harus memenuhi kriteria keluarga miskin. Harus tervalidasi menjadi keluarga miskin di desa. Kalau itu mungkin bisa masuk dalam inclusion error artinya ada kesalahan data, ,memang dia itu mampu tetapi masuk dalam Basis Data Terpadu (BDT). Kemudian kalau memang dia mampu harusnya mengundurkan diri,” tambahnya.
Martinah warga Desa Kecamatan Pamotan penerima PKH yang mengundurkan diri mengaku sempat kaget saat ia ditetapkan sebagai penerima PKH. Alasannya, tiap kali ada bantuan sosial dari pemerintah tidak pernah dapat. Tapi entah kenapa, saat diluncurkan program PKH namanya justru tercantum dalam daftar penerima.
Dana yang diperoleh Rp 500 ribu per tiga bulan digunakan untuk menopang biaya sekolah anaknya yang duduk di bangku SMP. Tapi tahun ini Martinah mundur dari PKH, karena salah satu anaknya sering meminta agar tidak lagi menerima bantuan tersebut, alasannya masih ada warga lain yang lebih berhak. Apalagi kondisi ekonomi keluarganya termasuk kategori mampu.
“Saya mendapatkan undangan dari desa untuk bantuan PKH, awal mulanya saya gak percaya karena saya gak ada anak sekolah udah lulus SMK. Yang ngasih undangan bilang udahlah ke kantor desa. Saya dapat PKH tahun 2017, dan mengundurkan diri tahun 2019,” bebernya.
Pamotan menjadi kecamatan paling banyak terdapat penerima PKH tidak tepat sasaran yang mengundurkan diri. Yakni 681 keluarga. Bahkan kabupaten Rembang meraih penghargaan dari kementerian sosial, dengan jumlah penerima PKH mundur tertinggi se Jawa Tengah tahun ini.
Jumlah penerima PKH yang mundur diprediksi akan semakin bertambah/ seiring dengan upaya-upaya ekstrim yang diterapkan Pemkab setempat dan Pihak Kepolisian.