Pemerintah Kabupaten Rembang

Menelusuri Kembali Jejak Kerajinan Kerang yang Legendaris

Masih ingat dengan kerajinan kerang yang booming pada tahun 1990-an hingga 2000-an? Kerajinan yang memanfaatkan limbah cangkang biota laut ini pernah menjadi favorit di kalangan masyarakat, terutama saat momen Syawalan. Stand kerajinan kerang selalu ramai dikunjungi,  pengunjung membeli berbagai macam produk seperti tirai, gantungan kunci, dan hiasan berbentuk hewan.

Namun, saat ini kerajinan limbah cangkang kerang sudah sulit ditemui. Suryadi, seorang pengrajin kerajinan kerang legendaris d menuturkan kisahnya kepada tim rembangkab.go.id. Pria berusia 63 tahun yang dulu tinggal di Desa Tasikagung, Kecamatan Rembang kini menetap di Magersari bersama istrinya.

Di rumah Suryadi, tim menemukan ratusan cangkang kerang dan beberapa produk kerajinan yang telah dibuat. Usaha kerajinan cangkang kerang yang dirintisnya sejak tahun 1994 ini bermula dari ketertarikannya melihat penjual tirai dari limbah cangkang kerang di Taman Kartini. Dengan semangat dan ketekunan, Suryadi mulai mencoba membuatnya sendiri.

Proses pembuatan kerajinan dari limbah cangkang hewan laut ini ternyata memakan waktu yang tidak sebentar. “Cangkang harus ditanam di tanah sekitar satu bulan terlebih dahulu untuk menghilangkan bau busuk dan daging bangkai hewannya, kemudian baru dicuci dan dirangkai,” jelas Suryadi.

Suryadi membuat berbagai macam produk kerajinan seperti burung merak, gajah, landak, tirai, lampu hias, hingga cermin. Produk-produknya dijual dengan harga mulai dari Rp 5.000 hingga ratusan ribu rupiah. “Dulu, kami paling banyak membuat gajah, trenggiling, kereta, dan gantungan kunci. Yang murah mulai dari Rp 5.000, Rp 10.000, Rp 15.000, Rp 70.000, dan yang paling mahal Rp 150.000,” kenangnya.

Untuk mendapatkan bahan baku cangkang, Suryadi tidak hanya mengandalkan pantai di wilayah Rembang. Sebagian besar bahan baku didatangkan dari luar kota seperti Situbondo dan Banyuwangi. Ia juga sering mengikuti pameran di luar kota, bahkan pada tahun 2000-an produknya dilirik oleh buyer dari Semarang untuk diekspor ke Amerika. “Yang diekspor itu dalam bentuk meja dengan hiasan kerangnya. Dulu, kami punya 15 karyawan, itu pun masih kurang untuk memenuhi pesanan ekspor,” tambahnya.

Namun, pandemi Covid-19 pada tahun 2020-2021 membuat usahanya sepi pesanan. Suryadi terpaksa memberhentikan 15 karyawannya dan melanjutkan produksi hanya bersama istrinya, Jami’ah (60). Namun, setelah istrinya menderita katarak lima bulan lalu, Suryadi harus mengerjakan semuanya sendirian.

Secara terpisah,  Kepala Dinas Perdagangan Koperasi dan UKM Rembang, M.Mahfudz mengakui pandemi covid-19 banyak menganggu usaha masyarakat termasuk pengrajin cangkang kerang dan sejenisnya. Pihaknya akan melihat kondisi usaha milik Suryadi, karena bagaimanapun kerajinan tersebut pernah jaya dan menjadi salah satu kerajinan khas Rembang.

“Kita akan melihat seberapa kondisinya, kita perlu mengungkit dari sudut mana, sehingga kita bisa bangkitkan kembali pengerajin kulit kerang ini. Karena merangkai limbah kulit kerang, bukur dan sejenisnya itu tidak dimiliki semua kabupaten, ” pungkasnya.
(Mif/Rud/Kominfo)

Exit mobile version