Naiknya Harga Pokok Pembelian (HPP) gula menjadi solusi dan insentif bagi petani khususnya di daerah Kabupaten Rembang agar tetap mau menanam tebu. Mengingat akan berdirinya pabrik pengolahan gula di wilayah setempat.
Saat ini pertanian tebu khususnya industri gula kristal putih, hampir tidak memiliki nilai ekonomi, dikarenakan HPP saat ini berada di bawah harga produksi. sesuai dengan Surat Edaran (SE) Menteri Perdagangan No. 885/M-DAG/SD/8/2017 tentang Pembelian dan Penjualan Gula oleh Bulog, HPP gula ditetapkan sebesar Rp9.700/kg.
Terkait hal tersebut, Bupati Rembang H. Abdul Hafidz mengungkapkan tahun ini pemerintah pusat telah berjanji untuk menaikan HPP gula. Jadi kedepan para petani tebu akan semakin makmur dengan kenaikan HPP yang segera direalisasikan.
Keputusan pemerintah pusat itu berdasarkan permintaan sejumlah anggota Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) di Istana Merdeka pada 6 Februari 2019 lalu. Rencananya kenaikan HPP gula akan diumumkan pada bulan maret ini oleh tim independen yang dibentuk oleh pemerintah pusat yang terdiri dari akademisi, peneliti, dan petani gula.
“Alhamdulillah tahun ini Presiden telah menetapkan HPPnya, gula Rp10.500 per kg. Ini luar biasa, petani tebu pasti akan melejit keuntungannya jika melihat dari HPP Rp10.500 per kg minimal Harga Eceran Tertinggi (HET) bisa mencapai Rp. 14.000 per kg,” ungkapnya belum lama ini.
Sesuai usulan APTRI, kenaikan angka HPP (harga pokok petani) dari Rp9.700 per kg menjadi Rp 10.500 per kg adalah untuk mengimbangi Biaya Pokok Produksi (BPP) gula petani sebesar Rp10.500 per kg.
Untuk diketahui, dampak keuntungan dari kenaikan HPP yang berpotensi diikuti oleh kenaikan harga eceran tertinggi (HET) gula akan dikantongi oleh pedagang. Diperkirakan kenaikan Harga Eceran Tertinggi (HET) gula konsumsi mencapai Rp14.000/kg.
Sementara saat ini, HET gula konsumsi masih senilai Rp12.500/kg. Hitungan tersebut berdasarkan asumsi ada tambahan margin keuntungan petani dari biaya pengemasan dan transportasi sebesar 30 persen dari BPP gula.