Pemerintah Kabupaten Rembang

Pemkab Dorong Pengembangan Potensi Pertanian Organik Trenggulunan

Pertanian organik ternyata tidak hanya dilakukan petani di desa Kedungasem Kecamatan Sumber Kabupaten Rembang. Namun di Desa Trenggulunan Kecamatan Pancur ada sejumlah petani yang melakukan hal serupa.

Kepala Bidang Tanaman Pangan dan Hortikultura Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Rembang, Fajar Riza Dwi Sasongko membenarkan bahwa di Trenggulunan ada yang menerapkan pertanian tanpa kimia sama sekali. Mereka menggunakan pupuk kandang dari kotoran ternak, bahkan ada yang dari kotoran kelelawar.

“Di sana satu dua petak sejak dulu pakai pupuk organik murni, ada yang pakai kotoran kelelawar full tanpa urea. Yang pakai pupuk kotoran kelelawar itu Mbah Khamdi, ” tuturnya.

Lebih lanjut Riza mengatakan sebagian petani di sana juga sudah mengaplikasikan nitrobacter dan jamur jakaba. Jamur Jakaba ini salah satu sumber organik yang dijadikan pupuk untuk menyuburkan tanaman, sedangkan nitrobacter adalah bakteri yang berperan penting dalam mengikat nitrogen bebas dari udara untuk difiksasi menjadi nitrit lalu diubah menjadi nitrat dan siap diserap oleh tanaman.

“Dengan pemakaian nitrobacter pada tanaman, tanaman akan jauh lebih sehat, daunnya menjadi lebih hijau dan terhindar dari serangan layu fusarium, layu daun, daun kuning dan daun keriting. Selain itu nitrobacter yang diaplikasikan langsung pada tanah, dapat mengubah tanah  tandus menjadi tanah yang lebih subur dan gembur.”

Sedangkan tentang Khamdi yang konsisten menanam padi dengan pupuk kotoran kelelawar itu untuk dikonsumsi sendiri. Dengan pertanian organik, kesuburan tanahnya tetap terjaga meskipun terus ditanami padi tanpa jeda.

Pemakaian pupuk kelelawar ini didukung keberadaan gua di Trenggulunan. Gua tersebut dihuni oleh banyak kelelawar.

Sementara itu total luasan lahan di Trenggulunan yang menerapkan pertanian organik oleh Kelompok Tani (Poktan) Tani Utomo 3 ada 5 hektar. Untuk yang memakai pupuk kotoran kelelawar milik Khamdi sekitar 0,5 hektar.

Dengan varietas padi IR 64 hasil panennya cukup bagus. Per hektar bisa menghasilkan 8,28 ton, sedangkan untuk gabah kering giling 7,08 ton / Ha.

Fajar menambahkan pihaknya mendorong semakin banyak petani di sana yang menerapkan pertanian organik. Dintanpan melalui Anggaran Belanja Daerah Negara (APBN) telah memberikan pelatihan untuk membuat pupuk organik.

“Tahun depan kita juga punya rencana membangun klinik di situ. Nanti di klinik itu akan tempat memproduksi pupuk organik, pestisida hayati, ” terangnya.

Dikatakannya pengairan di wilayah desa yang terkenal akan buah naganya itu sangat mendukung untuk pertanian organik. Sumber mata air disana menurutnya bagus karena berada di wilayah pegunungan. (Mif/Rud/Kominfo)

Exit mobile version