Sebanyak 103 kasus perkawinan anak di Kabupaten Rembang telah diverifikasi dan divalidasi. Pemerintah Kabupaten Rembang mengidentifikasi 10 kebutuhan layanan prioritas untuk membantu anak-anak yang terlibat dalam perkawinan dini.
Proses verifikasi dan validasi (verval) diikuti dengan quest conference, menghasilkan 10 kebutuhan layanan utama yang mencakup berbagai aspek penting, seperti pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan. Layanan ini meliputi dukungan pendidikan bagi anak putus sekolah, verifikasi ulang status pendidikan terakhir anak, konseling dan pemantauan bagi anak yang batal menikah, pemeriksaan kehamilan, fasilitasi dan pemantauan imunisasi anak dari anak yang menikah, pengembalian anak menikah siri ke sekolah, fasilitasi akses layanan kesehatan reproduksi, verifikasi pencatatan kependudukan anak dari anak yang menikah, dukungan bantuan sosial/ekonomi, serta konseling untuk anak atau keluarga rentan.
Sekretaris Bappeda Kabupaten Rembang, Agung Ratih Kusumawardani, menyampaikan bahwa satu anak sering kali membutuhkan lebih dari satu layanan. “Dari hasil itu (verval dan quest conference) diperoleh kesimpulan ada 24 anak tidak memerlukan layanan karena sudah lulus, suaminya sudah bekerja, dan sudah mampu. Tetapi ada 79 anak yang memerlukan 10 layanan,” kata Ratih dalam workshop penutupan program kesejahteraan remaja Kabupaten Rembang di sebuah hotel di Jalan Pantura, Rabu (20/11).
Agung menambahkan, pembagian tanggung jawab pemenuhan 10 kebutuhan layanan telah disepakati oleh Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait dan instansi vertikal. Data mencatat, 59 anak menjadi tanggung jawab Dindikpora, 65 anak oleh Dinsos PPKB, 55 anak oleh Kemenag, 52 anak oleh Dinas Kesehatan, 10 anak oleh Dindukcapil, dan 3 anak oleh Dinperinaker.
“Atas hasil RTL (Rencana Tindak Lanjut) itu, kami sampaikan by name by address, dan apa yang harus dilakukan sudah kami informasikan. Kami juga bersepakat melaporkan perkembangannya ke Bappeda sampai akhir Desember,” terangnya.
Sementara itu, Kepala Dinsos PPKB Rembang, Prapto Raharjo, berharap penanganan kasus perkawinan anak dilakukan secara lintas sektor. “Ini sangat tergantung dengan kinerja kita saat ini, tidak hanya ditangani oleh dinas sosial saja, tetapi juga oleh dinas pendidikan hingga instansi vertikal. Masa depan anak-anak kita di 2045 untuk Indonesia emas sangat tergantung pada bagaimana kita menangani anak-anak dan remaja kita di tahun ini,” ujarnya.
Perwakilan UNICEF, Yuanita Marini Nagel, memuji komitmen Pemkab Rembang dalam menangani kasus perkawinan anak. “Jadi ini perjalanan panjang, ada beberapa kali pertemuan, dan Pemkab Rembang sangat responsif. Juga menjadi salah satu kabupaten yang memberikan ide-ide dan masukan yang menjadi bahan untuk memperkaya kita dalam mengajukan pembelajaran praktik baik ke level nasional,” pungkasnya. (re/rd/kominfo)