Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Rembang memastikan bahwa pengangkatan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) akan dilakukan sesuai kebutuhan organisasi dan kemampuan anggaran daerah. Langkah ini diambil untuk menjaga agar belanja pegawai tidak membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) secara berlebihan.
Bupati Rembang, Harno, menyampaikan bahwa total formasi PPPK yang direncanakan untuk diangkat pada Tahap I dan Tahap II mencapai 2.950 orang. Menurutnya, jumlah tersebut cukup besar jika dibandingkan dengan angka pensiun Pegawai Negeri Sipil (PNS) setiap tahunnya.
“PNS yang pensiun di Rembang itu dalam setahun sekitar 300 orang. Kalau yang pensiun 300, seharusnya pegawai yang diangkat juga 300 orang,” ujarnya.
Ia menekankan bahwa peningkatan jumlah pegawai akan berdampak langsung pada struktur belanja daerah. Berdasarkan regulasi, suatu APBD dianggap sehat apabila belanja pegawai tidak melebihi 30 persen dari total anggaran.
“Saat ini (belanja pegawai) posisinya sudah 39 persen. Sudah melebihi batas, kemudian nanti ditambah 2.950 orang bisa jadi di angka 50 persen,” tuturnya.
Untuk itu, Pemkab Rembang akan melakukan evaluasi dan pengecekan langsung terhadap formasi PPPK yang akan diangkat. Hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa seluruh pegawai yang direkrut benar-benar dibutuhkan sesuai fungsi dan beban kerja masing-masing perangkat daerah.
“Yang jelas akan saya cek sejumlah 2.950 orang, apakah benar mereka dibutuhkan oleh Pemkab Rembang dan punya pekerjaan. Ini akan saya pastikan,” tegasnya.
Lebih lanjut, Bupati Harno menyatakan bahwa pihaknya akan meminta arahan dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN-RB) guna mencari solusi terbaik dalam menyikapi kondisi fiskal daerah.
“Posisi keuangan Rembang masih belum stabil, ditambah belanja pegawai segitu banyaknya. Nanti cara menggajinya seperti apa, dan pembangunan di Rembang nanti gimana,” terangnya.
Selain itu, Pemkab juga menyampaikan permohonan maaf kepada tenaga honorer yang terdampak oleh Surat Edaran (SE) Nomor 800.1.2/0727/2025 tentang penghentian pegawai non-ASN paling lambat 31 Maret 2025. Harno menjelaskan bahwa kebijakan ini merupakan instruksi nasional yang harus diikuti oleh seluruh pemerintah daerah.
“Saya mohon maaf kepada bapak ibu yang terkena SE tersebut. Ini kebijakan nasional. THL yang tidak memenuhi syarat diminta diberhentikan, dan saya harus menandatanganinya. Ada 216 yang tidak lolos administrasi,” pungkasnya. (re/rd/kominfo)