Pada setiap tanggal 21 April selalu diperingati sebagai hari Kartini. Selama bulan April pula, berbagai kegiatan digelar guna memeriahkan Hari Pahlawan Emansipasi Wanita itu sebagai apresiasi atas perjuangannya dalam hidup yang sangat luar biasa dan kegigihannya di atas rata- rata.
Representasi spirit perjuangan emansipasi tersebut salah satunya terdapat pada sosok perempuan Rembang yang juga bernama Kartini. Namun Kartini warga Kecamatan Sale yang dimaksud ini adalah seorang ibu yang tinggal sendirian di hutan perbatasan Jawa Tengah – Jawa Timur.
Untuk menjangkau rumah Kartini harus menorobos lebatnya hutan dengan kondisi jalan yang mirip jalur offroad. Sehingga mobil yang aman digunakan adalah mobil offroad ataupun double cabin yang berpostur tinggi.
Setelah menyusuri hutan lebat dengan pemandangan yang indah penuh pepohonan yang tinggi dan udara yang sejuk, akhirnya rombongan yang dipimpin Hj.Hasiroh Hafidz istri Bupati Rembang sampai di kediaman Kartini. Secara administratif, tanah milik Ibu dengan tiga anak ini ternyata masuk wilayah Desa Wangi Kecamatan Jatirogo Kabupaten Tuban Jawa Timur.
Setelah suaminya meninggal , Kartini memutuskan untuk merantau ke Malaysia demi menafkahi ketiga anaknya. Sementara anak- anaknya dirawat oleh sang nenek yang terbilang hidup kekurangan.
Sepulang dari Malaysia, Kartini pun membeli tanah tengah hutan yang diinfokan bahwa di sekitar tanah tersebut akan menjadi proyek tanaman tebu pemerintah yang diprediksi akan ramai.Dengan uang Rp. 16 juta, Iapun membeli tanah seluas 1,2 hektar yang kondisinya masih semak belukar.
Namun ternyata semuanya kabar bohong belaka, tidak ada rencana pemerintah membuat proyek apapun disana.Iapun sempat merasa putus asa, ditambah rumor yang beredar bahwa disana terbilang angker.
Namun setelah merenung, hal tersebut menjadikannya memiliki semangat untuk tinggal disana dengan ala kadarnya. Berbekal uang Rp.10 juta , Ia membayar oranf membantunya membersihkan semak berduri yang rimbun hingga membangun gubuk disana.
“Jikapun Tuhan menghendaki saya mati disini tidak apa- apa, saya juga tidak mau menumpang dirumah keluarga. Anak- anak juga tidak memperbolehkan saya merantau lagi, karena lambung saya sering sakit, ” ujarnya.
Motivasinya untuk hidup mandiri semakin tinggi ketika melihat ketiga anaknya. Ia memiliki cita- cita anaknya bisa sekolah yang tinggi agar kehidupannya tidak seperti sang Ibu.
Berkat didikan yang baik dari Kartini, ketiga anaknya menjadi pribadi yang berbakti dan tekun. Anak yang pertama bisa lulus SMK dan kerja sekaligus berumah tangga di Jakarta , sedangkan kedua putrinya ingin kuliah di Universitas Indonesia.
“Anak waktu itu bilang pengen kuliah di UI, itupun di ejek teman- temannya ketika minta doa. Malah di bilang, ibunya aja makannya senin kamis, kok ya ngimpi kuliah di UI itukan katak nggayuh rembulan,” ceritanya sambil menunjukkan raut wajah sedih.
Mendengar curhatan anaknya, Kartinipun memberikan motivasi agar anaknya berjuang dan mentaati pesan orang tua untuk fokus belajar. Alhasil keduanya dengan tekad kuat mendapatkan beasiswa hingga akhirnya lulus dari UI dan kini keduanya bekerja di Jakarta.
Ia juga memanfaatkan teknologi tenaga surya untuk memenuhi kebutuhan air dan penerangan (listrik-red). Menurutnya hidup yang sekarang Ia jalani membuatnya lebih tenang dan bisa melupakan masa pahitnya yang dulu.