Pemerintah Kabupaten Rembang

SMKN 1 Sedan Kembangkan Ecoprint dan Shibori

Pelajar SMK N I Sedan mempunyai karya batik yang pembuatannya menggunakan proses unik, yakni dengan cara ecoprint dan shibori. Pemberian materi teknik pembuatan produk kerajinan ini bertujuan agar para siswa memiliki skill spesifik setelah lulus. Kepala SMK N I Sedan, Susana Murwati menjelaskan pelajaran ecoprint dan shibori ini menjadi bekal bagi siswa, sehingga ketika mereka lulus memiliki ketrampilan. Kalaupun tidak diterima bekerja, siswa bisa terdorong membuka usaha batik. “Kita ada jurusan tata busana. Kelas X, siswa sudah dapat bekal pelajaran buat batik. Lulusan SMK arahnya kan WBM, yakni wirausaha, bekerja dan melanjutkan. Makanya kita fokus pada sejumlah ketrampilan, salah satunya buat batik ini. Kalau nggak kerja atau nggak melanjutkan, mau wirausaha, “ ucap Susana.

Susana menambahkan siswa antusias terhadap ketrampilan membuat kain batik ini tergolong tinggi. Bahkan sampai tahap pemasaran kepada konsumen. Sebagai permulaan, bapak ibu guru di SMK N I Sedan sudah banyak yang memakai kain batik ecoprint dan shibori, untuk busana ketika mengajar.

Kepala SMK N I Sedan, Susana Murwati menunjukkan batik hasil karya siswa

Guru pendamping di SMK N I Sedan, Sri Handayani menjelaskan pembuatan kain batik dengan ecoprint, memanfaatkan daun tanaman untuk mencetak motif sekaligus pewarna alami. Ia mencontohkan daun jati menghasilkan warna merah, daun waru menghasilkan warna coklat, kemudian jarak wulung menghasilkan warna beragam dan masih ada beberapa jenis daun lainnya. “Ini kan pewarna ramah lingkungan ya, meski daunnya warna hijau, tapi setelah lewat ecoprint, jadinya beda. Yang paling menarik jarak wulung, bagus itu, karena setiap daun warnanya keluar lain-lain. Bisa hijau, bisa keluar ungu, “ kata Sri.

Pewarnaan

Setelah daun dipukul-pukul memakai palu di atas kain, akan membentuk semacam pola, kemudian kain dijemur dan selanjutnya dilakukan pewarnaan. Sedangkan untuk shibori berasal dari Jepang, merupakan teknik pewarnaan dengan cara ikatan dan celupan. Umumnya, kain dilipat, dililit, diikat dan dicelup ke dalam pewarna. Bagian kain yang terkena pewarnaan dan tidak terkena, akhirnya membentuk motif yang sedap dipandang mata. “Kalau shibori kita masih pakai pewarnaan kimia ya. Kedepan pengen mencoba pewarnaan alami, “ imbuhnya.

Salah seorang siswi SMK N I Sedan, Aufa Atrella Ramadani menganggap ecoprint menjadi yang paling menantang, karena menggunakan motif dan pewarnaan dari daun. Aufa sejak awal merasa penasaran mencoba. Ia ingin lebih tahu daun apa saja yang bisa menghasilkan warna. “Lebih sulit ecoprint ketimbang shibori. Kebetulan menjadi materi praktek saya di semester ini. Awalnya saya kurang paham kalau daun digedhok (dipukul-Red) ke atas kain, bisa menghasilkan warna apa. Nah ini yang membuat saya penasaran, “ tandasnya. (Mif/Rud/Kominfo)

Exit mobile version