UPT PPA dituntut tidak hanya hadir secara kelembagaan, tetapi juga menjamin standar pelayanan yang pasti dan kesiapsiagaan 24 jam demi memberikan perlindungan cepat, aman, dan berkelanjutan bagi korban kekerasan. Kesiapan tersebut menjadi kunci agar korban, khususnya perempuan dan anak, tidak lagi menghadapi hambatan saat membutuhkan pendampingan, perlindungan, maupun penanganan awal.
Hal tersebut disampaikan Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Provinsi Jawa Tengah, Dra. Ema Rachmawati, saat peresmian Kantor Unit Pelaksana Teknis Perlindungan Perempuan dan Anak (UPT PPA) di Jalan Slamet Riyadi Nomor 5, Desa Ketanggi, Kecamatan Rembang, Rabu (24/12).
Menurutnya, negara tidak hanya berkewajiban menyusun regulasi, tetapi juga memastikan implementasi di lapangan melalui layanan yang konkret dan mudah diakses masyarakat.
“UPT PPA ini adalah bentuk implementasi konvensi tersebut, di mana negara hadir melalui layanan yang mendekatkan perlindungan, rasa aman, dan kenyamanan bagi korban,” ujarnya.
Ema menekankan pentingnya aspek kenyamanan, keamanan, dan kualitas layanan, terutama bagi korban kekerasan yang kerap berada dalam kondisi psikologis rentan. Oleh karena itu, selain Standar Operasional Prosedur (SOP), UPT PPA juga harus memiliki Standar Pelayanan (SP) sebagai bentuk janji pemerintah kepada masyarakat sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.
“Standar pelayanan itu penting karena berisi komitmen pemerintah kepada masyarakat, termasuk alur layanan, waktu penanganan, dan kepastian layanan. Ini berbeda dengan SOP yang hanya mengatur internal,” jelasnya.
Ia juga mengingatkan bahwa layanan UPT PPA bersifat darurat dan berkelanjutan, sehingga petugas harus siap siaga selama 24 jam.
“Ini layanan, bukan pekerjaan jam kantor. Handphone harus aktif 24 jam, termasuk Sabtu dan Minggu, karena korban bisa membutuhkan bantuan kapan saja,” tegasnya.
Ema menambahkan, penanganan satu kasus kekerasan tidak selalu singkat dan dapat berlangsung berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun, sehingga dibutuhkan komitmen, empati, dan ketahanan petugas. Ia juga mendorong pemanfaatan jejaring paralegal di masyarakat untuk mendampingi korban selama proses pengaduan dan pemulihan.
“Saya berharap UPT PPA Kabupaten Rembang dapat berjalan dengan baik, memenuhi harapan masyarakat, dan benar-benar menjadi tempat yang aman dan berpihak bagi korban kekerasan,” pungkasnya. (re/rd/kominfo)
