Pria setengah baya itu bernama Bertaurus Usar. Tangan kekarnya memanggul jerigen isi air bersih. Di belakang Bertaurus, seorang anak sepuluh tahunan menenteng ember kecil isi air setengah berlari mengikuti. Keduanya berjalan beriring menuju halaman rumah berdinding papan di ujung jalan, menuangkan air ke dalam ember yang lebih besar, tertawa sesekali. Misi mereka mengambil air dari sumur bor sore itu telah selesai.
Wajah Bertaurus sumringah menyambut tim www.esdm.go.id yang berkunjung ke rumahnya, Sabtu (24/3). Ia mengaku, kini mengambil air bersih untuk masak dan minum sehari-hari sangat mudah baginya yang tinggal di Desa Welai Timur, Kecamatan Teluk Mutiara, Kabupaten Alor, Nusa Tenggara Timur (NTT). Sejak ada sumur bor bantuan Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) di dekat rumahnya, Bertaurus kini tidak harus berjalan jauh dan menggunakan gerobak seperti dulu untuk memenuhi kebutuhan air bersih bagi keluarganya.
“Waktu kita butuh, langsung ada memang. Dulu ambil airnya jauh sekali, di simpang tiga di sana, lebih dari 1 kilometer, tenteng atau pakai gerobak kita. Sesudah itu ada ledeng (PAM), baru sekitar 3 tahun, tapi itu jalannya ada satu bulan 1 kali atau 2 kali, akhirnya kami usul ke DPR dikasih bantuan sumur bor lagi,” ungkap Bertaurus.
Kemudahan dalam mengakses air bersih juga diceritakan Naemah, ibu rumah tangga tetangga satu desa Bertaurus. Ibu muda itu juga merasa senang dan bersyukur dengan hadirnya sumur bor di desa mereka. Kini, Naemah semakin rajin mandi dan mencuci baju, tak peduli musim penghujan atau kemarau. Dahulu, ia membeli air Rp 150.000 per tangkinya, satu bulannya bisa habis 1,5 tangki, itu pun dia sudah berhemat.
“Kami dulu pertama sekali dapat air itu dari sumur, tarik air, pergi timba dengan gerobak. Berjalan dari 2009 hingga sekarang, (kemudian) kami dapet air dari PAM, tapi sepanjang jalan air sering-sering, kadang satu bulan jalan sekali, kadang satu minggu. Hingga sampai sekarang kami mendapatkan sumur bor kami merasa bahagia sekali. Karena sekarang tidak pergi cari air di luar. Kami menikmati hasil dari sumur bor ini,” ungkapnya berseri.
Beberapa waktu lalu, di ujung utara Indonesia, kami juga sempat bertemu Dini Jatiniwiyah, warga Desa Warisa kampong Baru Kecamatan Talawaan, Kabupaten Minahasa Utara, Sulawesi Utara. Di desa tersebut juga telah berdiri sumur bor yang dibangun Badan Geologi. “Setelah pemboran ini kami memang merasa nyaman. Sebelum itu kami setengah mati sekali angkat air, jauh-jauh. Setelah ini ada pemboran dekat rumah ini memang bagus, nyaman,” ujar Dini.
Sebelumnya, ia bercerita, masyarakat Desa Warisa sangat tergantung pada musim. Kalau musim hujan mereka menggali sumur agak dangkal, tapi kalau musim panas kering. Sehingga mereka beralih ke sungai yang cukup jauh dari rumah warga. “Dalam sekali untuk menggali sumur di sini. Untuk sumur bor ini sendiri dalamnya kurang lebih 126 meter,” ungkap Dini.
Prioritas Untuk Daerah Tertinggal Sulit Air
Perbedaan kondisi geologi, terutama curah hujan dan hidrologi di wilayah tertentu Indonesia kerap menjadi hambatan masyarakat untuk mendapat akses air bersih. Terlebih, air bersih memiliki nilai yang strategis lantaran sudah menjadi sumber kebutuhan pokok masyarakat sehari-hari dengan tingkat ketergantuan atas pasokan air baku dari air tanah yang begitu tinggi.
Demi menjaga ketersediaan air bersih tersebut, Kementerian ESDM memberikan bantuan pembangunan infrastruktur energi berupa pembangunan sumbur bor air tanah dengan pembiayaan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Fokus pembangunan diprioritaskan untuk daerah yang mengalami krisis air dan daerah tertinggal. Dengan harapan, ketersediaan air bersih mampu menunjang pembangunan infrastruktur dan peningkatan ekonomi masyarakat di wilayah tersebut, selaras dengan misi Kementerian ESDM dalam mengusung #EnergiBerkedilan.
“Komitmen Pemerintah dalam melaksanakan pembangunan di sektor ESDM adalah spiritnya berkesinambungan dan dapat langsung dimanfaatkan oleh masyarakat,” ujar Menteri ESDM, Ignasius Jonan saat meresmikan 12 sumur bor air bersih dengan pembiayaan APBN 2016-2017 di NTT (24/3).
Sejak digagas pada tahun 2005, Kementerian ESDM melalui Badan Geologi berhasil membangun 1.782 titik sumur bor hingga akhir tahun 2017. Jumlah titik tersebut menghasilkan kapasitas air sebesar 112,4 juta m3/tahun dan mampu melayani sebanyak 4,9 juta jiwa. Kedalaman sumur bor yang telah dibangun rata-rata 125 meter dengan biaya Rp 400 juta hingga Rp 650 juta per titiknya. Khusus tahun 2017, pemenuhan kebutuhan air bersih telah menyasar ke 25 provinsi dengan membangun 238 titik yang diperuntukkan bagi 1.000 orang, dengan rincian Aceh (2 titik), Sumatera Utara (8), Sumatera Barat (9), Riau (9), Jambi (7), Bengkulu (4), Lampung (4), Jawa Barat (24), Jawa Tengah (26), DI Yogyakarta (3), Jawa Timur (53), Kalimantan Barat (6), Kalimantan Timur (5), Kalimantan Tengah (8), Kalimantan Selatan (3), Kalimantan Utara (3), Sulawesi Barat (4), Sulawesi Utara (3), Sulawesi Selatan (15), Sulawesi Tengah (4), Sulawesi Tenggara (4), NTB (7), NTT (7), Maluku (7), Papua (7).
Sementara pada tahun 2018, Kementerian ESDM tengah melanjutkan program Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tersebut dengan menargetkan 500 titik sumur bor di 171 kabupaten atau 25 provinsi di seluruh Indonesia.
Rincian lokasi pengeboran air tanah di tahun ini, yaitu Bali (6 titik), Bangka Belitung (8), Bengkulu (5), Sumatera Utara (18), Sumatera Selatan (18), Sumatera Barat (9), Riau (17), Jambi (9), Bengkulu (5), Lampung (5), Gorontalo (8), Jawa Barat (63), Jawa Tengah (63), DI Yogyakarta (8), Jawa Timur (78), Kalimantan Barat (8), Kalimantan Timur (39), Kalimantan Tengah (4), Kalimantan Selatan (8), Kalimantan Utara (12), Sulawesi Utara (15), Sulawesi Selatan (35), Sulawesi Tengah (8), NTB (17), NTT (14), Maluku (8), Papua (17).
Penyebaran pembangunan di lokasi tersebut sejalan dengan tema pembangunan tahun ketiga Pemerintah Jokowi-Jusuf Kalla, yaitu pemerataan dan mengatasi ketimpangan dan kemiskinan. Nantinya, proses pengawasan dan pemanfaatan lebih lanjut terkait infrastruktur energi tersebut akan diserah terimakan kepada Pemerintah Daerah.
Meski begitu, Pemerintah tetap melakukan pengelolaan air tanah yang holistik dimulai dari upaya perencanaan, melaksanakan, memantau dan mengevaluasi penyelenggaraan konservasi air tanah, pendayagunaan air tanah, dan pengedalian daya rusak air tanah. Hal ini dilakukan guna mengurangi ketergantuan atas pasokan air bersih dari sumber baku air tanah. (www.esdm.go.id)