Pemerintah Kabupaten Rembang

Jamasan Bende Becak Dilaunching Masuk Wisata Bumi Religi

Penjamasan Bende Becak tahun ini banyak sekali didatangi warga Rembang bahkan dari luar kota. Apalagi acara penjamasan benda sejarah peninggalan Sunan Bonang yang jatuh pada 10 Dzulhijah hari ini dikemas berbeda. Tak hanya sekedar penjamasan Bende Becak, ritual suci itu juga dimasukkan dalam agenda launching wisata safari bumi religi. Acara ini di hadiri juga oleh Badan Wilayah I Pati Pakudjembara, (Pati, Kudus, Demak, Jepara, Rembang dan Blora).

“Penjamasan yang biasanya dilakukan di rumah juru kunci Abdul Wakhid, untuk tahun ini dipindah ke aula pendopo Sunan Bonang. Alasannya tempat lebih representative dan luas, karena sudah masuk dalam kegiatan wisata Bumi religi. Tentunya melalui pertimbangan dari para panitia dan sesepuh disini,” terang Kabid Kebudayaan Dinas Kebudayaan, Pariwisata Pemuda dan Olahraga (Dinbudparpora ) Rembang, Karsono saat ditemui RRI disela-sela acara.

Dalam acara sakral ini selain dihadiri oleh ribuan orang yang siap memberebutkan air jamasan, juga diikuti Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Kabupaten Rembang.

Plt. Bupati Rembang, Abdul Hafidz berpesan kepada para pengunjung yang hadir, agar ritual jamasan ini tidak menjadikan seseorang untuk berbuat musrik. Semua hanya dari Allah, Bende Becak ini hanyalah perantara. Ia juga menyampaikan bahwa dengan launching  penjamasan Bende Becak menjadi wisata bumi religi dipastikan akan semakin menarik wisatawan.

 “Apalagi di area Bonang terdapat beberapa tempat wisata religi lain yang biasa dikunjungi seperti pasujudan Sunan Bonang,  makam Putri Campa, makam Kyai Jejeruk (Mbah Jejeruk) yakni  Raden Abdur Rokhman, setengah riwayat mengatakan beliau bernama Sultan Makhmud Raja dari kerajaan Minangkabau,” terangnya

Abdul Wachid, sang juru kunci menerangkan, Bende Becak dulunya adalah nama orang Becak utusan Majapahit mengantarkan surat kepada Sunan Bonang. Diceritakan, Sunan Bonang meminta Brawijaya V, sang penguasa Nusantara, memeluk Islam. Namun, Brawijaya menolak dan mengirim seorang utusan bernama Becak untuk menyampaikan surat penolakan itu kepada Sunan Bonang.

Sang utusan Majapahit itu pun tiba di kediaman Sunan Bonang, di Hutan Kemuning, sekarang Desa Bonang, Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang, menjelang maghrib sebelum hari raya Idul Adha. Setelah menyerahkan surat itu, Becak beristirahat dan menembang lagu-lagu Jawa.

”Alunan tembang itu mengganggu Sunan Bonang yang sedang mengaji bersama sejumlah muridnya,” katanya.

Hingga akhirnya dijelaskan saat itu Sunan Bonang menanyakan suara yang mengganggunya tersebut kepada santrinya. Saat santrinya menjawab suara Becak, Sunan langsung menjawab tidak, itu adalah suara bende, dan saat santri kembali melihat Becak ternyata sudah menjadi Bende semacam gong kecil. Kemusian bende tersebut digunakan sebagai sarana Syiar Islam dan dirawat hingga sekarang.

Sementara itu Sumarti, bersama suaminya Agus Abadi, pengujung asal Kota Gresik Jawa Timur, mengungkapkan ia bersama suaminya sudah di Lasem sejak hari Sabtu kemarin, menginap di rumah saudara.  Kedatangannya ke acara jamasan Bende Becak ini untuk mendapatkan berkah.

”Air bekas jamasan yang saya dapatkan ini buat diminum, dan bambu kita simpan. Namun semua karena Allah Swt. Kita hanya minta kepada Allah melalui Waliyullah Sunan Bonang supaya diberikan kesehatan,” katanya.

Hal senada dikatakan Sadham warga Bonang yang sudah sejak pagi bersiap untuk mendapatkan air jamasan, bamboo kajatan. Rencananya air jamasan sebanyak satu botol air mineral besar yang diperolehnya akan  disimpan untuk diberikan tamu yang bertamu ke rumahnya.

“Selain itu saya minum juga. Harapan saya sih supaya kerjaan saya lancar dan lekas dapat jodoh,” tandasnya.

Selama  prosesi penjamasan berlangsung, sempat terjadi beberapa kericuhan karena banyak warga berdesakan  memperebutkan air bekas penjamasan. Namun berkat kesigapan aparat kemanan baik TNI, Polri, Satpol PP dan Linmas, suasana bisa kembali aman dan berjalan lancar.

Exit mobile version