Pemerintah Kabupaten Rembang

Lasem Tiongkok Kecil Dibedah

Buku berjudul “Lasem Tiongkok Kecil”, Minggu (5/10/2014) sore dibedah di rumah Kapiten Berarsitek Cina Kuno. Kegiatan tersebut juga menandai dimulainya acara Lasem Festival 2014.

Dengan suasana santai lesehan acara bedah buku ini dibuat senyaman mungkin bagi peserta oleh panitia. Panitiapun sudah menyediakan konsumsi bagi para peserta yang terdiri dari berbagai kalangan ini.

Seorang Panelis, Day Milovich  menjelaskan buku Lasem Tiongkok Kecil menggambarkan bagaimana mengelola informasi sejarah, karena selama ini banyak informasi tentang sejarah Lasem. Tapi orang ingin memperoleh informasi atau data yang valid. Sementara data yang valid ini banyak di tutupi oleh informasi-informasi yang berbeda.

Misalnya Sunan Bonang yang jatuh cinta dengan Putri Campa seperti yang sering dilakonkan di dalam pagelaran Ketoprak, padahal dalam sejarah tidak begitu. Day menambahkan penulis menggunakan banyak pendekatan, sejarah bukan ilmu pengetahuan. Banyak metode yang digunakan untuk sejarah Lasem ini.

“Saya lebih tertarik dengan pengelolaan informasi. Karena sampai saat Lasem sejarahnya masih terus digali. Menemukan ada situs baru kemudian dilaporkan dan di dokumentasikan.”ucapnya

Bedah buku tentang Lasem , lanjutnya i untuk menghasilkan Lasem di dalam sejarah itu sendiri. Banyak info yang belum dianggap sebagai sejarah Nasional. Contohnya peran Lasem dalam Perang Kuning, di buku sejarah SD belum ada.

“Galangan kapal sampai membuat kapal terbang yang dipakai oleh Jepang. Total ada 671 kapal terbang yang dipakai Jepang di perang dunia ke 2. Hal itupun  juga belum diceritakan.”tuturnya

Sementara Munawir Aziz, penulis buku Lasem Tiongkok Kecil menyatakan, dalam buku nya, kita diajak untuk belajar dari nasyarakat Lasem. Bagaimana mereka mengelola keberagaman sebagai kekayaan budaya. Lasem menyimpan tradisi, sejarah, banyak  kebudayaan, dan menyimpan  konflik yang dikelola dengan baik.

“Disini orang bisa belajar bagimana sebuah kota dan orang-orangnya mengelola keragamaan itu untuk mengembangkan kota.”ujarnya

Menurutnya Lasem bisa dilihat dari sejarah panjangnya, Lasem tidak bisa dilihat dari lima, sepuluh tahun bahkan 100 tahun saja. Lasem harus dilihat dari empat hingga lima abad sebelumnya, ketika masa kerajaan Majapahit hingga sekarang.

“Lalu berikutnya, orang bisa melihat interaksi antar etnis di sini. Disini masyarakatnya terdiri atas etnis Jawa, etnis Tionghoa dan Arab. Meskipun tak terbantahkan adanya konflik, namun masyarakatnya bisa mengelola konflik dengan baik.”ungkap penulis jebolan pondok pesantren milik Gus Zaim ini

Para elit etnis dan masyarakatnya sangat memelihara kerunan. Merekapun tak segan dan sering duduk satu meja untuk mendiskusikan hal apapun dan dimana saja. Jadi komunikasi yang baik antar tokoh inilah yang menjadi salah satu kunci kerukunan atas keberagaman di Lasem.

Exit mobile version