Nelayan di wilayah kabupaten Rembang belum siap jika harus meninggalkan jaring cantrang. Hal itu terlihat saat rapat membahas rencana penerapan larangan cantrang per 1 januari 2017 mendatang di ruang rapat Bupati,Selasa (27/12/2016) oleh Dinas terkait, perwakilan paguyuban nelayan yang dipimpin oleh Wakil Bupati Rembang,Bayu Andriyanto,SE
Wakil Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kabupaten Rembang Gunadi dalam kesempatan itu menjelaskan, ketidaksiapan nelayan diantaranya karena rata-rata nelayan masih belum cukup modal untuk berganti alat tangkap misalnya gillnet.
“Selain itu, hasil pertemuan di Bogor dengan Menko Kemaritiman pada 29 November 2016 yang mengemuka bahwa cantrang tidak ramah bagi lingkungan, belum melakukan kajian ekologis secara komprehensif, sampai saat sekarang.”
Ketua Asosiasi Nelayan Kabupaten Rembang Suyoto juga mengatakan, komitmen dari Kementerian Kelautan dan Perikanan yang akan fasilitasi permodalan nelayan yang bekerja sama dengan Pelindo, masih belum disentuh, setidaknya sampai saat ini, padahal sudah ada setidaknya 14 kapal yang siap.
“Pemerintah semesti juga mempertimbangkan kecakapan dari nelayan-nelayan kita, ketika berganti alat tangkap dari cantrang. Misalnya ganti gillnet itu tidak semudah membalikkan telapak tangan,” katanya.
Sementara itu Rasno, seorang tokoh nelayan di Desa Pasarbanggi Kecamatan Rembang mengungkapkan masih banyak nelayan yang saat ini memiliki pinjaman di bank. Sedangkan untuk mengajukan pinjaman di bank
“Selanjutnya di luar dampak sosial dan ekonomi, yaitu tentang pergantian jenis alat tangkap. jika pun kami harus ganti alat tangkap dari cantrang ke poursein atau gilnet, itu tidak langsung jadi.Modifikasi itu memakan waktu yang sangat lama sekali. Satu kapal butuh waktu minimal tiga bulan. Kalau kapal cantrang ada 330 kapal ,padahal tukang docking kapal terbatas,maka berapa tahun waktu yang diperlukan.”
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Rembang Suparman mengatakan, selama ini, dari Pemkab sudah tidak kurang dalam berupaya memfasilitasi nelayan cantrang seperti audiensi atau berkirim surat ke Menteri Kelautan dan Perikanan guna penangguhan larangan tersebut.
“Kita juga sudah mohon ada tindakan yang nyata dari Pemerintah sebelum larangan cantrang efektif berlaku. Memang sudah ada bantuan alat tangkap, tetapi baru kepada nelayan cantrang harian. Bantuannya sudah ada di kami. Pembagiaannya menunggu perintah dari Pusat, ” katanya.
Pada tahun ini juga ada bantuan kapal kepada tiga kelompok usaha bersama (KUB), yaitu masing-masing satu untuk KUB di Rembang, Sarang, dan di Tunggulsari Kecamatan Kaliori. Penyalurannya pun menunggu perintah.
“Kalau pun kemudian nelayan tidak siap apabila kebijakan pelarangan cantrang efektif berlaku per 1 Januari 2017, maka hasil dari pernyataan sikap ini akan kami sampaikan dalam bentuk nota dinas kepada Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi serta kepada Gubernur Jateng,” katanya.
Kepala Bidang Perikanan Tangkap pada Dinas Kelautan dan Perikanan Jawa Tengah Fendiawan Tiskiantoro mengungkapkan, pada pertemuan di Surabaya baru-baru ini, sempat mencuat usulan adanya masa relaksasi tiga atau enam bulan setelah 31 Desember 2016.
“Dari yang berkembang di Surabaya, masa relaksasi sebelum penerapan larangan cantrang dilakukan dengan pemanggilan Gubernur provinsi terdampak oleh Menteri Kelautan dan Perikanan. Tetapi hingga kini belum ada pertemuan. Karena mepet, mungkin Gubernur akan kirim surat ke Pusat,” tuturnya.
Wakil Bupati, berharap permasalahan itu tidak memunculkan masalah baru. Rembang yang ingin mengurangi angka kemiskinan ini justru mendapat beban tambahan pengangguran karena dampak pelarangan cantrang.
“Setelah pengiriman surat ataupun usulan ini kita harus kawal bersama. Kita daerah sudah berusaha dan pemkab juga ingin segera tuntas dan hasilnya tidak merugikan nelayan,”tandasnya.