Munculnya Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No 68 Tahun 2015 tentang Perubahan kedua atas Permendagri No 60 Tahun 2007 Tentang Pakaian Dinas Pegawai negeri Sipil di Lingkungan Departemen Dalam Negeri dan Pemerintah Daerah diyakini akan membuat usaha pengrajin batik semakin sulit.
Pasalnya dalam permendari tersebut diatur PNS hanya diwajibkan mengenakan pakaian batik/tenun atau pakaian khas daerah sekali dalam seminggu. Padahal sebelumnya PNS diwajibkan mengenakan batik minimal dua kali dalam seminggu.
Ketua paguyuban koperasi Batik Lasem, Maksum saat dialog dengan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo di Showroom batik tulis Lasem, Kecamatan Lasem Rembang, Kamis (5/11) mengeluhkan keluarnya Permendagri tersebut kepada Gubernur. Menurutnya dengan dikeluarkannya Permendagri tersebut keberpihakan pemerintah terhadap pengusaha batik semakin kurang.
“Justru kalau bisa PNS diwajibkan tiap hari mengenakan batik untuk seragam agar usaha pengrajin batik semakin jalan,” ujarnya.
Selain masalah Permendagri, Maksum juga mengeluhkan tentang aturan penerima hibah yang harus berbadan hukum, menurutnya dana hibah tidak seberapa namun jika harus membuat badan hukum untuk menerima hibah jadi semakin rumit.
Menanggapi keluhan tersebut Gubernur Ganjar Pranowo berjanji akan menyampaikan menyampaikan keluhan pengrajin batik kepada Mendagri. Menurutnya pertumbuhan industri batik yang sudah bagus, disinyalir menjadi lesu jika aturan tersebut diterapkan.
“Kami akan minta izin kepada Mendagri untuk bisa Senin pakai Keki, Selasa lurik. Sementara Rabu, Kamis dan Jum’at memakai batik. Industri yang mulanya menggumpal bisa menjadi bagus karena kita beli,” tandasnya.
Sementara itu terkait dengan aturan dana hibah Gubernur meminta agar pengrajin tetap memenuhi aturan tersebut.