Berita
Polemik BBM Solar Subsidi Nelayan di Rembang Temui Titik Terang, DPRD Upayakan Kuota 2025 Tidak Dipangkas
- 17 Desember 2024
- Posted by: rendy
- Category: Berita Pemerintah
DPRD Kabupaten Rembang menggelar audiensi antara PT Pertamina Patra Niaga dan nelayan yang tergabung dalam Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Rembang, Selasa (17/12). Audiensi yang berlangsung di ruang rapat paripurna DPRD ini bertujuan mencari solusi atas kelangkaan BBM solar bersubsidi yang dialami nelayan dalam beberapa bulan terakhir.
Dalam audiensi tersebut, nelayan meminta agar kuota BBM solar bersubsidi tidak dikurangi, yang dinilai menjadi penyebab kelangkaan. Selain itu, mereka meminta sisa kuota BBM solar bersubsidi yang belum terserap akibat pelanggaran regulasi oleh Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum Nelayan (SPBUN) segera didistribusikan melalui kesepakatan bersama.
Ketua HNSI Rembang, Muslim, menjelaskan bahwa kelangkaan BBM solar bersubsidi mulai terjadi sejak November hingga Desember. Sebelumnya, pasokan BBM solar bersubsidi pada Januari hingga Oktober tergolong aman. Menurutnya, kelangkaan ini terjadi karena pengurangan kuota pada SPBUN di Kabupaten Rembang.
“Berdasarkan data dari Pertamina, alokasi BBM di SPBUN Kecamatan Kragan tahun ini sebanyak 11.619 kiloliter. Jika dirata-rata, kuota setiap bulan seharusnya 968 kiloliter. Namun, sejak 1 November, kuota tersebut dipotong menjadi 320 kiloliter. Itu yang menjadi problem para nelayan kami di Kragan,” imbuhnya.
Masalah serupa juga terjadi di SPBUN Kecamatan Rembang, SPBUN Kecamatan Sarang, dan SPBUN Kecamatan Kaliori. Akibatnya, banyak nelayan terpaksa menunggu distribusi solar atau bahkan mencari solar hingga ke luar daerah, seperti Tuban.
“Bagi kapal di bawah 5 GT (gross ton) yang beroperasi harian, mereka harus menunggu. Padahal mereka membutuhkan solar untuk mencukupi kebutuhan ekonomi keluarga. Bahkan, beberapa di antaranya membawa jeriken hingga ke Tuban karena SPBUN terdekat kehabisan BBM,” jelas Muslim.
Sales Area Manager (SAM) PT Pertamina Patra Niaga Semarang, Tito, menyatakan bahwa kuota BBM solar bersubsidi ditentukan oleh Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas). PT Pertamina hanya bertugas menyalurkan BBM bersubsidi sesuai kuota yang telah ditetapkan.
“Kami melaksanakan yang sudah ditetapkan oleh BPH Migas. Misalnya, kuotanya 100, kami menyalurkan 100. Terkait angka-angka tersebut, itu menjadi kewenangan BPH Migas,” jelas Tito.
Ia menyarankan agar usulan penambahan kuota disampaikan langsung kepada BPH Migas. Dalam hal ini, peran pemerintah daerah diperlukan untuk menjembatani usulan nelayan dengan BPH Migas.
Melalui sambungan virtual, perwakilan BPH Migas, Rini, menjelaskan bahwa hingga triwulan keempat, realisasi penyerapan BBM bersubsidi di Kabupaten Rembang mencapai 95,38%. Hal ini menyebabkan terjadinya kelangkaan di akhir tahun.
Untuk mengatasi kelangkaan tersebut, BPH Migas telah mengeluarkan surat optimasi kepada PT Pertamina Patra Niaga. Surat tersebut memberi kewenangan kepada PT Pertamina untuk mengatur peralihan kuota, termasuk lintas provinsi.
“Pelaksanaan distribusi BBM disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat di wilayah tersebut. Namun, penyalurannya harus tepat sasaran,” tegas Rini.
Wakil Ketua II DPRD Rembang, Ridwan, menyebutkan bahwa audiensi ini menghasilkan beberapa kesepakatan, di antaranya PT Pertamina Patra Niaga bersedia mendistribusikan sisa kuota BBM bersubsidi sesuai regulasi.
Sementara itu, untuk kuota tahun 2025, HNSI menuntut agar tidak ada pengurangan kuota bagi Kabupaten Rembang. Saat ini, proses perencanaan penetapan kuota BBM solar bersubsidi untuk tahun depan sedang berlangsung.
“Nelayan sepakat agar sisa kuota BBM bersubsidi di Desember ini diberikan. Untuk penggunaannya, cukup tidak cukup, harus dicukup-cukupkan sampai akhir Desember. Sedangkan untuk kuota 2025, yang penting disepakati kembali seperti semula. Nanti, kalau ada evaluasi, tentu bisa dibahas lebih lanjut,” pungkas Ridwan. (re/rd/kominfo)